Setahun Ayah Meninggal Dunia (190420-190421)

3 komentar
Nggak ada satu pun mahluk hidup yang tahu kapan waktunya berpulang menghadapNya. Jikalau tahu, berarti kematian bukan lagi jadi misteri Illahi. Gue juga nggak bakal sangka kalau ayah meninggal dunia tepat di tanggal 19 April 2020. Di saat kondisi PSBB pandemi Corona baru dimulai dan bulan Ramadan datang. Bulan puasa tahun ini, kali kedua tanpa ayah. 

Tahun ini tepat kepergian ayah selama setahun. Kalau mengingat kilas balik kejadian tahun lalu, bikin perasaan gue jadi campur aduk. Ada emosi, sedih, kasihan dan pasrah. Apalagi mengingat ada satu dari tiga permintaan ayah yang nggak sempat terkabulkan. Ayah meninggal dunia di rumah setelah dirawat setengah hari di IGD Mitra Keluarga Depok pada tanggal 18 April.  Kami putuskan bawa pulang ayah karena nggak cukup uangnya buat bayar. Itu aja setengah hari udah sampai 7 juta. Apalagi sampai hitungan satu hari, mungkin bisa bayar 10 juta, atau bisa lebih.

Cari RS saat itu susahnya minta ampun. Karena rata-rata penuh semua karena pasien Covid-19. Yap, April 2020 penderita Covid-19 di Indonesia sedang naik daun. Hasilnya pasien non Covid tergusur. Satu-satunya tempat tidur yang mau menerima ayah yaitu di IGD. Sempat masuk ruang isolasi sambil nunggu hasil rapid test keluar. Sekitar jam 00 hasil tes keluar dan dinyatakan negatif Covid. Ada kelegaan saat itu, namun ayah tetep harus pulang karena ketidaksanggupan membayar biayanya.

Akhirnya ayah pulang ke rumah setelah "dipaksa" oleh kakak dan suami gue. Padahal dia maunya di RS, katanya enak, sepi. Iya enak yang sakit nggak bayar, malah pusing yang sehat cari biayanya. Jujur, gue jadi ngerasa nggak berguna saat itu. Bukannya ngasih yang terbaik buat orang tua, malah memaksa dia untuk bertahan di dalam penderitaannya.

Ya sudahlah, itu semua sudah berlalu. Sekarang ayah sudah tenang disisiNya, mungkin. Setahun sepeninggalan dia, gue nggak terlalu merasa kehilangan banget. Kalau rasa sedih pasti ada. Parah banget sih nggak sedih kalau salah satu orang tua meninggal dunia. Gue kayak ngerasa bokap tuh lagi pergi ke mana gitu. Cuma belum pulang aja.

Setahun ayah meninggal dunia

Hidup ini bagai 2 sisi mata uang, ada keseimbangan, ada yang meninggal dunia dan ada yang terlahir ke dunia. Persis yang gue alamin. Baru beberapa minggu setelah bokap meninggal, gue dinyatakan hamil. Mati satu, tumbuh satu. Gue anggap kehadiran si jabang bayi sebagai pengganti salah satu anggota keluarga yang berpulang. Coba ambil hikmahnya menjalani kehamilan di masa pandemi. Allah SWT menitipkan rezeki sekaligus pelipur lara. Alhamdulillah, bayi itu sekarang sudah berusia 3 bulan. 

Belum sempat bikin haul atau selametan setahun ayah meninggal dunia. Keadaan keuangan pribadi masih susah banget, utang sana sini aja belum lunas dibayar. Biarpun begitu semoga doa alfatihah yang gue panjatkan tiap abis sholat sampai ke dia di alam sana. Semoga gue termasuk anak salihah yang doanya manjur buat ayah. 

Begini ya rasanya ditinggalin sama orang tua, khususnya ayah. Gue juga nggak pernah sangka dia yang duluan meninggal daripada nyokap. Soalnya ibu yang punya riwayat penyakit jantung, pasang ring udah 3. Kalau dipikir secara logika ibu dong yang cepet berakhir masa hidupnya. Tapi itulah kematian termasuk misteri Ilahi. Nggak satupun mahluk hidup yang tahu kapan jatah akhir hidupnya tiba. 

Gue belum sempat ziarah ke kuburan ayah. Sejak ada bayi, waktu gue tersita di rumah. Kalau mau ke sana juga harus sama suami naik motor. Nggak apa-apa lah nggak ziarah juga, yang penting doa nggak pernah putus buat ayah. Lagipula ibu dan kakak gue juga udah ke sana. Anggap aja udah diwakilin. 

Tiap mahluk hidup yang bernyawa pasti akan meninggal dunia juga. Tinggal tunggu kapan waktunya tiba aja. Selagi masih bernafas, manfaatkan waktu sebaik-baiknya. Mumpung bulan Ramadan mari berlomba mendapatkan ridonya. Gue masih punya ibu, satu-satunya ortu. Semampu gue akan kasih yang terbaik. Insya Allah. 

Sekian curhatnya ya. Nggak mau berlarut dalam kesedihan buat orang yang sudah meninggal. Selamat menjalankan ibadah puasa.


***

3 komentar

  1. Baca ini mengingat aku waktu meninggalnya almarhum bapak 9 tahun yg lalu. Meninggalnya mendadak, Dzuhur makan siang bersama 2 jam kemudian meninggal. Gak sempat di bawa ke RSUD, baru klinik itupun terpaksa ngantri lama dan salah obat malah dikasih obat maag. Ternyata angin duduk. Saat meninggal itu belum lama melahirkan akhdan, seperti pengganti yg meninggal saja.
    Terimakasih remindernya, kematian bisa datang kapan saja. ��

    BalasHapus
  2. yang paling penting doa jangan pernah putus kak

    BalasHapus
  3. mba Nurul turut berduka cita, yang tabah mbak
    baca ini jadi inget almarhum bapak aku, yang berppulang desember lalu
    semoga amal ibadah bapak mba Nurul diterima Allah swt

    BalasHapus