Kesialan demi kesialan dialami oleh Raihaanun dalam Perempuan Pembawa Sial yang merupakan film horor terbaru garapan IDN Pictures dan disutradarai oleh Fajar Nugros. Ini film horor keduanya setelah film Inang. Filmnya sudah tayang sejak tanggal 18 September 2025 di bioskop. Ada yang sudah nonton?
Dalam gelaran gala premiere dan press conference beberapa waktu lalu (10/9), turut hadir Produser- Susanti Dewi, Produser Eksekutif-Winston Utomo, Sutradara-Fajar Nugros, Penulis Skenario-Husein Atmojo, serta jajaran pemeran antara lain Raihaanun, Morgan Oey, Rukman Rosadi, Aurra Kharishma, Ben Bening, Clara Bernadeth dan penari tradisional legendaris eyang Didik Nini Thowok yang turut berperan dalam film.
Produser Eksekutif-Winston Utomo mengatakan bahwa ada 3 hal yang ditawarkan oleh IDN Pictures yakni pertama pengalaman menonton horor yang beda, kedua alur cerita yang inginnya semua yang nonton filmnya ikut serta dari awal sampai akhir film, dan ketiga selalu ada unsur Indonesia khususnya mitos atau budaya yang belum banyak orang ketahui seperti Bahu Laweyan dalam film Perempuan Pembawa Sial.
FYI, Bahu Laweyan sebuah mitos atau tradisi Jawa tentang perempuan yang memiliki tanda lahir khusus di bahu kiri yang diyakini bisa membawa kesialan besar atau kematian bagi suaminya. Entah ada atau tiada dalam kehidupan sebenarnya. Kutukan inilah yang menghantui sosok Mirah (Raihaanun), menjadikannya perempuan yang dicap membawa sial oleh lingkungannya.
Menurut Susanti Dewi, seringkali stigma atau label sial itu melekat pada perempuan. Hal itulah yang menjadi sudut pandang ketika membuat ceritanya." Akhirnya kita menemukan bahwa perempuan adalah manusia yang tentu ladangnya kesalahan. Lantas bagaimana perempuan yang seringkali di dalam masyarakat dicap sebagai sumber masalah, pembawa sial, dsb. Bagaimana perempuan yang menjadikan hidup selau dibebani oleh label-label seperti itu? Ini jadi perjalanan kreatif yang sangat menarik, "jelas Susanti Dewi.
Tentu ini film spesial bagi Susanti Dewi karena ia coba menempatkan diri sebagai Mirah dan Puty. Ditambah legenda cerita Si Bawang Merah dan Bawang Putih yang jadi unsur eksplorasi cerita dari 2 perempuan kakak adik ini. Apa yang terjadi dengan mereka berdua jika dikembangkan lagi ceritanya? Jika menjadi Mirah yang membuat kesalahan atau menjadi Puty yang pernah disakiti. Apakah orang-orang yang pernah berbuat salah tidak pantas dapatkan kesempatan kedua?
"Fajar Nugros memilih pabrik wig (rambut palsu) sebagai lokasi set film karena rambut adalah mahkota perempuan. Ada massanya rambut itu adalah moneter, sebagai sistem uang bagi perempuan," tambah penjelasan Susanti Dewi. Kisah Bawang Merah dan Putih juga menceritakan sibling rivalry. Semiotik-semiotik seperti itulah yang Fajar Nugros selalu coba masukkan ke dalam film yang ia buat.
Di film horor keduanya ini, Fajar Nugros menuangkan semua ketakutan massa kecilnya. Ia merangkai semua ketakutannya itu dan membaginya ke orang lain dan siapa tahu orang di luar sana juga merasakan Ketakutan-ketakutan kecil itu sepanjang hidup. "Kayak misalnya orang tua lagi pergi, terus dengar suara pintu pagar kebuka dan kita teriak siapa?! tapi ternyata nggak ada orang", jelas Fajar. Ketakutan seperti itu yang ia tuangkan di film Perempuan Pembawa Sial. Kalau yang sudah nonton pasti tahu adegan yang mana.
Proses kepenulisannya digarap oleh Husein M. Atmodjo (Monji) dan Fajar Nugros. Pada konsep dasarnya bagaimana menemukan kesialan itu tercipta. "Pada dasarnya kita sudah sial sejak lahir. Dari kesialan-kesialan itu, kemudian kita berjuang mendapatkan kemenangan-kemenangan kecil, " jelas Monji.
Proses perkembangan kepenulisannya cukup lama karena konsepnya melihat beberapa sudut pandang. Jadi mana yang menarik untuk menceritakan budaya ini, kesialan ini, kutukan ini. Maka bisa disimpulkan kesialan itu bisa datang dari cinta. Bisa dilihat dari pernikahan Mirah yang berakhir tragis pada suaminya.
Menurut saya Morgan Oey memainkan peran yang aman sebagai Bana. Ia memerankan sebagai pria bak pahlawan buat Mirah yang ingin membantunya keluar dari masa lalu. Karena memerankan sebagai orang Minang, maka Morgan Oey sampai minta ikut workshop untuk masak rendang. "Meskipun adegan film nggak ada masak rendang dari awal pembuatan, setidaknya saya tahu mempersiapkan hidangan masakan Padang seperti apa," jelas Morgan.
Bana juga memiliki masa lalu atau trauma, tapi ia mencari cara bagaimana agar bisa move on atau berdamai. Bana ini gambaran orang yang sudah berdamai dengan masa lalunya dan menjadi hal positif untuk Mirah sebagai tempat untuk pulang.
Perjalanan Mirah dari awal hingga pertengahan cerita menimbulkan pertanyaan, sebenarnya ada apa sih dengan hidupnya yang dipenuhi dengan kesialan berturut-turut? Buat Raihaanun memerankan Mirah memiliki tantangan tersendiri. Baginya adegan transisi setelah Mirah mimisan dan berubah menjadi sosok jahat Bahu Laweyan, adegan itulah yang dicari bentukannya seperti apa. Karena di dimensi lain Bahu Laweyan diperankan oleh Aurea Kharishma.
Peran paling iconic dari eyang Didik Nini Thowok sebagai dukun manten. Beliau serius sekali memerankannya. "Misalnya dalam memilih kain dukun manten ada aturannya. Warna hitam, bahannya juga. Sayangnya sekarang sulit ditemukan karena sudah terpengaruh dengan modernisasi sehingga budaya asli yang punya makna filosofi agak susah dicari," jelasnya.
Eyang Didik Nini Thowok sampai konsultasi dengan guru ahli Sansekerta bernama Romo Manu yang bisa membaca prasasti. Mantra yang diucapkan dalam film, refrensi dari buku mantra untuk pengantin yang aslinya dari tembang Asmaradana ( Asmara = asmara, Dana = Api). Ada kaitannya waktu Siwa membakar Asmara Ratih dalam salah satu episode Mahabarata.
Anyway, secara keseluruhan saya suka film Perempuan Pembawa Sial. Hanya saja jump scare-nya yang nggak begitu suka, jadi kesan horornya jadi kurang. Soal mistisnya memang warna baru buat tontonan. Jangan buru-buru keluar bioskop karena ada penampilan tari yang magis dari eyang Didik Nini Thowok.
Film Perempuan Pembawa Sial yang mengangkat isu sosial bagaimana masyarakat sering kali menempatkan beban stigma pada perempuan. Ceritanya memang horor, tapi akarnya sangat dekat dengan realita. Kesialan bisa dari mana saja, bahkan dari cinta. Yuk, segera ke bioskop biar ngerasain dipegang Bahu Laweyan.
Aku bukan penggemar film horor kak..apalagi horor Indonesia karena mungkin berasa related yaa jadi takutnya itu lebih berasa jadinya daripada nanti parno sendiri seringnya aku skip hehe..tapi baca ini aku tertarik pada sejarahnya sie..latar belakang cerita sejarah dan filosofi jawanya cukup menarik buat di kulik
BalasHapusKalau sudah berbicara film horor Indonesia. Sangat kental dengan budaya dan mitos yang beredar di kalangan masyarakat.
BalasHapusBeberapa film horor yang pernah saya tonton yang paling mengerikan itu Film Suzana.
seru juga ya nonton bareng film Perempuan Pembawa Sial ini
BalasHapuswalau kesan horornya jadi kurang, tapi buat saya yg agak penakut rasanya pas-pas deh hehehe.
yang paling bikin penasaran bagaimana penampilan tari yang magis dari eyang Didik Nini Thowok. secara udah lama gak lihat penampilannya
Saya belum nonton film Perempuan Pembawa Sial , Mbak. Tapi saya sempat lihat thiller-nya. Dan itu menggambarkan perempuan yang selalu mendapat kesialan, shinggaiapergi dan mempertanyakan soal hal ini. Tapi memang di masyarakat kita masih percaya mitos. termasuk ada tahi lalat di bahu. Jadi penasaran ingin nonton film ini, termasuk lihat akting Didi Nini Thowok.
BalasHapusJudulnya langsung bikin penasaran! Suka banget cara Nurul bahas sisi emosional film ini, apalagi soal cinta yang ternyata bisa jadi sumber “kesialan”. Dalem tapi relate!
BalasHapusJadi agak mengingatkan saya dengan salah seorang teman kuliah. Katanya dia punya tanda di tubuhnya yang dianggap membawa sial bila menikah. Makanya dia sempat takut menikah. Tapi, dia tetap menikah juga dan rasanya aman aja pernikahannya. Kalau saya pribadi, sih, gak pernah percaya dengan mitos tersebut. Lagian gak enak juga kesannya beban kayak dijatuhi ke perempuan.
BalasHapuskayaknya aku ada lihat film ini di daftar film yang bakal tayang. jujur aku bukan penggemar film horor sih tapi kalau ceritanya bagus ya pastinya patut diapresiasi juga. dan yang bikin penasaran itu ceritanya dari bawang merah dan bawang putih ya
BalasHapusSepertinya saya skip deh film ini,anti lihat film genre horor walaupun saya suka dengan filosofinya dan persiapan pembuatan filmnya hingga pemilihan mantra dan kain yang tidak semabrangan dipilih
BalasHapusPerempuan pembawa sial.Baru tahu ada mitos mengenai Bahu Laweyan. Meski ga terlalu suka horor, bokeh juga angkat mitos gini. Sekaligus penasaran lihat akting Didi Nini Thowok.
BalasHapusWah ini serem ya
BalasHapusAku kalau serem bakalan skip nonton di bisokop tapi nunggu dia ada di aplikasi
Supaya aku ga ketakutan sendirian haha
Kalau di rumah ada anak anak jadi aman haha
Karena yang sering dimunculkan di promosinya adalah Eyang Didik Nini Thowok, jadi aku kira ceritanya bakalan banyak fokus ke adat Jawa dan misteri yang terkait budaya Jawa. Tapi ternyata ada sentuhan budaya Minangnya juga ya. Dan sampai ada penampilan khusus Eyang Didik menari di bagian akhir, ini sebelum atau sesudah credit title ya?
BalasHapusIndonesia sangat beruntung sekali memiliki salah satu seniman yang sangat berdedikasi tinggi sekaligus menjadi legend karena konsistensi beliau di bidangnya, eyang Didik Nini Thowok.
BalasHapusInget bangett.. dulu sanggarnya ada di Bekasi, deket rumah Bapak rahimahullaah..
Film Perempuan Pembawa Sial ini bener-bener bikin aku mikir, kesialan tuh emang bisa dateng dari mana aja, termasuk dari cinta yang katanya indah itu. Mirah sial mulu gara-gara tanda lahir di bahu, suaminya malah kena getahnya, duh tragis banget! Tapi salut deh sama Bana, cowok Minang yang rela masak rendang buat bantuin dia move on. Aku suka banget pesannya: kita udah sial dari lahir, tapi dari situ kita berjuang buat kemenangan kecil-kecilan.
BalasHapus