Tidak ada penyakit yang tidak ada obatnya. Begitupun dengan penyakit kusta. Penyakit menular yang menyerang mata, kulit, saraf atau saluran pernapasan atas ini sudah dikenal sejak zaman masa kuno dan masih jadi permasalahan hingga kini. Dalam sudut pandang beberapa agama seperti Hinduisme, Buddhisme, Kristen, dan Islam, penyakit ini sering dikaitkan dengan dosa, karma, dan ujian dari Tuhan.
Masih banyak diskriminasi terhadap Orang yang pernah mengalami kusta (OYPMK) dan penyandang disabilitas akibat kusta hingga saat ini. Salah satu hambatan terbesarnya yaitu seringkali mereka mengalami kekerasan dan perlakuan yang salah, baik dalam hal pendidikan, keagamaan, hingga lingkungan sosialnya. Tidak berhenti pada diskriminasi dari lingkungan sosial, sering kali OYPMK dan penyandang disabilitas memiliki stigma diri yang tinggi.
Kesulitan kembali ke masyarakat karena hilangnya rasa percaya diri dan cenderung menarik diri dari lingkungan sosialnya. Lalu, seperti apa sih sejarah penyakit kusta ini dari perspektif agama? Serta bagaimana meningkatkan kesadaran masyarakat umum tentang kusta?
sumber gambar: Youtube Berita KBR |
Dalam sudut pandang agama islam penyakit kusta sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad SAW, bahkan sebelumnya. "Dalam hadis-hadis Rasulullah SAW, kusta ini disebut judzam berasal dari kata jadzama – yajdzamu atau semakna dengan qatha’a -yaqtha’u yang artinya terpotong. Gambaran pada penyakit kusta pada fase yang lebih lanjut akan mengalami mutilasi atau bagian tubuh terpotong yang menjadi patokan penyakit kusta disebut judzam," jelas Ustadz Muhammad Iqbal Syauqi Al Ghiffary
Sikap Nabi Muhammad pada masa itu ada rasa kekhawatiran terhadap kecacatan dan stigma dari penyakit kusta. Dalam satu hadis menyebutkan, pergilah dari orang yang terkena kusta seperti bagaimana kamu lari dari singa. Ini menunjukkan bahwa kusta di masa lalu merupakan hal yang cukup ditakuti masyarakat Arab dalam konteks hadis.
Kusta termasuk penyakit menular yang penularannya dari beberapa faktor yaitu memiliki kontak erat yang lama dengan OYPMK dan imunologis. Terjadinya stigma di lingkungan masyarakat tentang kusta, akibat dari ketidaktahuan dan minimnya informasi, terutama di wilayah pelosok.
Dalam kisah Nabi Ayub AS, penyakit kusta sangat populer, banyak versi yang mengatakan beliau mengalami sakit kulit atau kolera. Akan tetapi yang jelas sakitnya Nabi Ayub AS menjadi ujian dan sekaligus mukjizat. Pada taraf tasawuf, menerima sakit bagi seorang muslim itu suatu keridhoan agar menempatkan diri terhadap takdir Tuhan. Penyakit kusta yang dialami oleh Nabi Ayub AS bukan sebuah kutukan, namun sebagai ujian dan peringatan kepada seluruh manusia agar ikhlas menerima takdirNya.
sumber gambar: Youtube Berita KBR |
Pendeta (Emeritus) Corinus Leunufna mengalami penyakit kusta pada tahun 2016 dengan gejala mati rasa pada kaki dan harus segera memeriksakan diri ke puskesmas. Serasa dunia berputar karena ia takut stigma yang diterimanya dari masyarakat. Ia meminum obat tanpa putus selama setahun penuh, lalu ia menjadi OYPMK. Ia tidak pernah menyesal menjadi penderita kusta karena ia sebagian rohaniwan selalu berdoa pada Tuhan untuk menolong mereka yang terkena kusta. Ia tidak takut sama sekali terhadap penyakitnya, justru stigmanya.
Dalam sudut pandang agama Kristen, "Ada 8 kitab yang berbicara tentang penyakit kusta dan disebutkan sebanyak 23 kali. Itu jumlah yang luar biasa besar," kata Pendeta Corinus Leunufna. Penyakit kusta diyakini sebagai kutukan Tuhan di dalam perjanjian lama dan baru, bukan penyakit. Penderitanya ditinggalkan di kuburan, di goa, bahkan pengiriman makanannya menggunakan tali supaya enggak tertular. Kisah Nabi Ayub AS juga terdapat dalam alkitab, substansinya sama yaitu Tuhan menguji kualitas keimanannya.
***
Tidak ada komentar