Sehatkan Jiwa Ini Agar Tercegah Dari Bunuh Diri

Tidak ada komentar
Kesehatan itu nggak cuma fisik aja yang dijaga, tapi juga mental kita. Selama yang saya tahu, kebanyakan orang hanya sibuk dengan melangsingkan badan, menghilangkan kerutan di wajah atau menghitamkan rambut. Karena kesibukan itu akan mendatangkan sedikit kesempurnaan bagi badaniah. Tanpa disadari saat berusaha mewujudkannya ada tekanan dalam pikiran dan hatinya yang terus mendorong tampil lebih sempurna.

Fisik yang sehat ataupun tidak bisa terlihat oleh mata, tapi sebaliknya bagi jiwa dalam diri kita siapapun nggak ada yang bisa lihat. Terlihat baik-baik saja, tapi nyatanya jiwa kita butuh obat yang bisa menyembuhkan jiwa kita sakit. Obat yang bisa didapat dari orang terdekat. Jika obat melesat, maka bunuh diri bisa jadi akibat. Karena sehat jiwa dimulai dari diri sendiri, keluarga dan masyarakat.

Bicara tentang kesehatan jiwa, tiap tanggal 10 Oktober 2019 diperingati sebagai Hari Kesehatan Jiwa Sedunia. Tahun ini peringatan yang ke 27 tahun. Apakah makin menurun kesehatan jiwa manusia di bumi ini? I don't think so. Saya berkesempatan hadir dalam temu blogger bersama Direktorat P2 Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza serta Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementrian Kesehatan RI pada hari Selasa, 9 Oktober 2019.

Para narasumber temu blogger

"Promosi Kesehatan Jiwa dan Pencegahan Bunuh Diri" menjadi tema pembahasan pertemuan itu. Beberapa narasumber juga hadir seperti : 

♥️dr. Fidiansyah, Sp.KJ - Direktur Kesehatan Jiwa dan Napza
♥️Novy Yulianty, MPsi, Psikolog - Komunitas Mother Hope Indonesia
♥️Dr. Indria Laksmi Gamayanti, M.Si., - Psikolog Klinis

Pengertian Kesehatan Jiwa

Kesehatan Jiwa adalah seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif dan mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya (UU No.18 tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa).

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2013 membuktikan :

🗨️ Prevalensi Orang dengan Gangguan Jiwa Berat 1,7% (402.900 jiwa).
🗨️Prevalensi Orang dengan Gangguan Mental Emosional 6% (14.220.000 jiwa).
🗨️Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) yang pernah dipasung 14,3% (angka nasional),  10,7% (di perkotaan), 18,2% ( di pedesaan).

Adanya pembuktian prevalensi dari angka tersebut, deteksi dini gangguan jiwa dalam keluarga perlu mendapat perhatian agar tidak menjadi penderitaan, hambatan dan disabilitas yang menjadi beban diri, keluarga, dan negara yang berkepanjangan.

Secara global, sekitar 1 dari 6 orang (15-20%) mengalami satu atau lebih masalah kesehatan jiwa dan NAPZA. Jumlah terbesar yaitu gangguan kecemasan, sekitar 4% dari populasi (IHME, Global Burden of Disease, 2017).

Kesehatan jiwa berkaitan dengan penyakit-penyakit diidap seseorang yang tak kunjung sembuh. Misalnya seseorang mengidap diabetes yang harus membatasi asupan makanan bergula. Kalau dia nggak siap menerima kondisinya begitu dan harus menjalani berobat jalan seumur hidup, pikirannya bisa terganggu. Jika punya BPJS biaya pengobatan tidak terlalu berat, jika nggak punya, malah makin membebani pikirannya.
Perubahan - perubahan perilaku karena individu tidak memahami apa yg dialaminya dan lingkungan tidak memerhatikannya. Maka itu, kesehatan fisik, mental, spiritual dan sosial harus terjaga dengan baik. Seimbangkan stress kalian, jelas dr. Fidiansyah, Sp.KJ.

Beberapa penyakit yang bisa memengaruhi kesehatan jiwa

Tak disangka, seorang psikolog bisa terguncang juga kesehatan jiwanya. Ibu Novy Yulianty mengalami Post Partum Depression (PPD) selama 2, 5 tahun terhadap anak sulungnya. Ekpektasi beliau yang tinggi saat proses kehamilan dan melahirkan tidak sesuai dengan kenyataan. "Saya inginnya lahir secara normal karena kalau lahiran begitu merasa sempurna aja jadi seorang ibu. Tapi ternyata saya melahirkan operasi Caesar," jelasnya.

Selama 2 tahun dia sembunyikan rasa depresinya dari keluarga, bahkan suaminya sendiri. Saking depresinya ia pernah melempar anaknya ke kasur. Tidak ada rasa cinta terhadap putrinya saat itu. Bahkan berencana bunuh diri adalah pilihan yang tepat baginya. Parahnya lagi suaminya tidak mempercayai kondis Ibu Novy sampai segitunya. "Saya dianggap orang yang tidak bersyukur memiliki anak," ceritanya.

Akhirnya dia coba membuka diri cerita dengan salah satu dosen di kampusnya dan menemukan komunitas yang bisa menampung segala keluhan dari sesama ibu yang senasib. Komunitas bernama Mother Hope Indonesia telah menjadi wadah baginya untuk saling berbagi dan mendapatkan solusi dari kesulitan yang dialami oleh para ibu. Artinya peran komunitas sangat bermanfaat mendukung kesehatan jiwa masyarakat.

Dengan tegar dan lega Bu Novy menceritakan 
masa lalunya

Dalam rangka memperingati Hari Kesehatan Jiwa Sedunia ke 27 tahun ini, oleh karena itu Kementrian Kesehatan Republik Indonesia mengajak kita untuk mempromosikan kesehatan jiwa agar tercegah dari tindakan bunuh diri. Perlu diketahui bahwa hampir 800.000 orang meninggal karena bunuh diri setiap tahun, 1 kematian akibat bunuh diri setiap 40 detik dan bunuh diri adalah penyebab kematian nomor 2 untuk masyarakat berusia 15-20 tahun. Mencengangkan sekali bukan?

Bunuh diri adalah sebuah tindakan sengaja yang menyebabkan kematian diri sendiri. Laporan WHO tahun 2010 menyebutkan angka bunuh diri di Indonesia 1,6-1,8% per 100.000 penduduk atau sekitar 5000 per tahun. Banyak faktor risiko orang bisa nekat melakukan bunuh diri, antara lain :

✔️Gangguan jiwa (Skizofrenia, depresi, pengguna alkohol)
✔️Bullying
✔️Minim dukungan sosial
✔️Hubungan awal yang tidak harmonis
✔️Sejarah anggota keluarga bunuh diri
Dll

Bunuh diri itu menular lho. Loh, kok bisa ? Karena mencontoh dari orang yang dianggap sebagai idolanya (misalnya artis favorit), ada kejadian bunuh diri di lingkungan sekitar rumah, terlalu banyak baca atau mendeng dengar berita bunuh diri dan menemukan website bunuh diri. 


Kenali tanda-tanda bunuh diri

Apa yang mesti kita lakukan dalam pencegahan bunuh diri?

1. Waspadai anak dan remaja yang melakukan percobaan bunuh diri, orientasi seksual LGBTQ, menggunakan alkohol dan narkoba, impulsif, mengalami bullying, punya akses ke alat bunuh diri ,sejarah anggota yang bunuh diri.

2. Waspadai orang yang punya pikiran ingin bunuh diri. Tidak ada tanda-tandanya, tapi perlu di RESPON dengan serius.

3. Dukungan sosial perlu dijaga. Ada dukungan instrumental seperti guideance yaitu dukungan sosial berupa nasihat dan informasi dari sumber yang dapat dipercaya, atau dukungan emosional seperti attachment yaitu dukungan berupa pengekspresian dari kasih sayang dan cinta yang diterima individu.

4. Bantu cegah juga dengan cara tunjukkan empati, ajak bicara, bantu selesaikan masalah dan ajak cari bantuan profesional, cek interaksi di media sosial, kenali teman-temannya, sembunyikan alat-alat bunuh diri, atau ajak keterlibatan kegiatan positif dan menyenangkan.

Ketika diri sendiri atau diri orang lain mulai merasa depresi dan tidak ada penyelesainnya, maka segera cari bantuan. Jangan tunggu lama lagi karena jiwa perlu disehatkan sedini mungkin agar tercegah dari bunuh diri.

Dr.dr.


@KemenkesRI KemenkesRI juga mendorong masyarakat menerapkan perilaku CERIA yaitu Cerdas intelektual, emosional & spiritual, Empati dlm berkomunikasi efektif, Rajin beribadah sesuai agama & keyakinan, Interaksi yg bermanfaat, & Asah, asih, asuh didalam keluarga & masyarakat.




***

Tidak ada komentar