Bincang Tentang Sutradara Bersama Ario Rubbik

1 komentar
Ario Rubbik Salah satu keluarga dari Karnos Film (freelance) dari tahun 1999 didunia perfilman. Fakultas Hukum (UP) Mulia dari PU, lighting, kamera boy, Sekolah lagi di Usmar Ismail, jadi asisten editor analog, diskontiniti, Astrada, sutradara. Pernah Mimpi di usia 32 tahun jadi sutradara. Mimpi yg belok-belok itu jadi lebih nikmat. Bikin film itu perang di awal. Kalau mau jadi sutradara berawal dari membaca, budaya membaca itu memang ga sesuatu yg seru. Ditambah banyak nonton. Impact apa dari film itu yg didapat. The Last Barongsai dapat penonton cuma 7900 an pada saat itu. Banyak cobaan yg dihadapi sama Ario Rubbik saat buat film perdananya, Satu Jam Saja. Mulai dari drivernya mogok karena duit bensin blm dibayar. Ario berusaha cari solusi dengan mereka. Dari situ dia belajar bahwa label sutradara dan crew sebatas cut & action. Film Hijabers in Love dapat penonton 3000an, filmnya blm tayang diboikot oleh ustad ternama. Filmnya ga laku, tapi ada value yang ia dapat. Istrinya bisa berhijab atau hijrah dari hasil riset film tersebut. Allah nggak ngasih rejeki dari sini, tapi dari rejeki yang lain. The Last Barongsai pernah diminta tayang di Cina. Bahkan filmnya dijadikan tesis seorang mahasiswa dan lulus kuliah. Mahasiswa yg mengejar-ngejar dia di suatu mall. Meskipun filmnya nggak laku miliyaran , tapi ada value yang ia dapat. Tugas director : Persiapan : 1. Develop skenario sama penulisnya. Karen tiap scene yg ditulis sebuah imajinasi si penulis, maka butuh kekompakan sama sutradara. 2. Ketemu sama tim artistik. 3. Ketemu wadrobe Banyak perdebatan di sesi persiapan ini. Kasih kepercayaan sama crew, ibarat presiden percaya sama menteri-menterinya. Film itu kolaborasi, berhubungan banyak satu kepala. Boleh punya ego, tapi jangan ada -isme di belakangnya. Film yg Ario Rubbik buat berasal dari keresahan hidupnya. Kayak Tatto, film yg ia buat juga. Kalau dulu tato itu jadi lambang kesangaran, tapi skrg tato sebuah art atau seni. Mengenyampingkan masalah agama. Semua seni berasal dari dekat dulu. Mas Ario Army lho, suka BTS. Dia ga suka K-Pop, tapi suka dari apa yang ia nggak suka. Ia berusaha cari sesuatu dari yng ia nggak suka, supaya kalau diserang dia punya pelurunya. Terserah mau jadi apa aja, asal attitude tetap ada. Dia pernah jadi pemulung di Karawang selama 4 bulan. Dari situ dia jadi belajar cara hidup jadi pemulung. Kayak tahu lagu yang didengar Wali, Kangen band. Punya pengetahuan yang luar biasa jadi sutradara. Pelajari semua yg ada soal film. Berantemlah saat persiapan. - Buat timeline supaya punya standar pembuatan film. Syuting itu tinggal eksekusinya. Discript confrence = final meeting Jika ada kendala saat syuting misal kondisi alam. Bisa tahan sampai 3 jam, jika ga berhenti bisa di break dulu. Nanti akan ada reportnya nanti. Ada plan A,B,C yg sudah dirancang saat persiapan. Kalau sudah matang, nggak ada lagi berantem di lapangan. Kenapa banyak scene yg dipotong? Bukan soal durasi tapi Biaya gala premier itu bisa 20 jutaan lebih untuk sewa tempat doang. Kalau film kita nggak laku atau nggak menang, jangan disalahkan siapa pun. Tapi nikmati aja prosesnya. KOMITMEN Pilih tim juga harus sejalan, bukan karena pertemanan. Mau serius, cintai dulu itu film. Yakini diri dulu. Jangan belajar dari satu senias film. Bangun silaturahmi dari jauh-jauh hari sama narasumber yg mau diajak join. Siapapun yg bicara, dengarkan.

1 komentar

  1. Wah lika-liku benar proses atau perjalanannya
    Disini kalau bicara soal film notasinya masih negatif
    Sensitif sekali. Dikit-dikit sensor.

    BalasHapus