Membentuk Karakter Anak & Keluarga Dari Kegiatan Alam

7 komentar
Hari Sabtu lalu tepatnya 30 Januari 2016, saya menghadiri salah satu talkshow dari rangkaian acara grand opening Eiger Adventure Store Depok. Kebetulan ada sesi talkshow dengan pembicara kang Sukma Dede, teh Anastasia juga bersama anaknya Azzam dengan tema "Kegiatan Alam Membentuk Karakter Anak & Keluarga". Cocok banget untuk keluarga yang punya hobby hiking & mencobanya dengan anak. Mereka adalah keluarga yang menyukai kegiatan alam, khususnya mendaki gunung. Mereka sudah mengajak Azzam mendaki gunung dari usia 2 tahun. Wow, masih dini sekali.  Untuk orang awam hal tersebut pasti tidak lumrah di dengar. Kenapa engga pergi ke mall aja Azzam?  Azzam sudah beberapa kali mendaki gunung bersama ayah & ibunya. Pernah ke Gunung Gede, Pangrango, yang terbaru ini dari Prau. Menurutnya pendakian ke Prau lah yang paling mengesankan karena indah. Banyak pertanyaan, hujatan, dan pujian yang diterima kang Sukma Dede ketika foto mereka sedang mendaki berada di salah satu sosial media. Namun kang Sukma Dede tidak menanggapi. Yang mereka tahu ternyata melakukan aktivitas seperti berkegiatan di alam bebas bisa membentuk karakter yang baik untuk anak & keluarga. Banyak manfaat & nilai moral di dalamnya.

Menurut teh Anas "Ikatan keluarga menjadi kuat jika anggota keluarga menjalani aktivitas yang berkualitas bersama-sama". Sebenarnya tidak mesti naik gunung, bisa berarung jeram atau mengunjungi suatu daerah. Namun keluarga ini memilih untuk mendaki gunung karena pengalaman yang menantang memberikan dampak kuat pada perkembangan kognitif, fisik  spiritual, dll. Lalu apa hubungannya dengan karakter? Apa si karakter itu? Karakter adalah kualitas mental & moral yang khas yang dimiliki oleh individu. Kegiatan alam bisa membentuk karakter seseorang. Khususnya untuk anak- anak. Dari kegiatan alam ini anak bakal belajar banyak hal. Biar sekalipun kotor-kotoran, capek, sampai bosan.
 
Ada beberapa hal yang anak bisa dapatkan dari berkegiatan alam. Tanggung Jawab, mendaki gunung kegiatan yang cukup berat & semua butuh perencanaan. Dengan melakukan perencanaan anak belajar bertanggung jawab atas kegiatan yang akan dilakukan. Misalnya ajak anak cek perlengkapan bersama. Keteguhan Hati, mendaki gunung memang lelah namun anak belajar tentang keteguhan hati di setiap langkah. Fokus, anak bisa berfokus pada apa yang terjadi. Kerjasama, anak bisa melakukan berbagai hal dengan ayah & ibunya. Agar naik gunung tidak terasa berat. Empati memberikan rasa peka terhadap sesuatu atau pun orang. Misalnya membawakan beberapa barang jika teman kelelahan. Percaya Diri, setelah sukses melewati berbagai rintangan & harga diri meningkat.

Mendaki gunung adalah kegiatan yang cukup ekstrim. Apalagi untuk anak- anak. Tentunya harus memiliki skill yang mumpuni. Terutama bagi ayah & ibu. Tentunya kang Sukma Dede & teh Anas sudah paham sekali dengan manajemen perjalanan ini. Sebelum melakukan kegiatan alam orangtua harus siap menghadapi resiko yang mungkin akan terjadi. Namun jika persiapan sudah matang pasti bisa teratasi. Orangtuanya dulu yang harus siap. Menurut kang Sukma Dede " Dari segi medis, anak-anak yang sering dibawa ke ketinggian paru-parunya lebih bagus daripada orang dewasa". Energi mereka pun lebih kuat. Seperti tidak ada lelahnya. Maka dari itu sebelum mendaki gunung kang Sukma Dede & teh Anas melakukan latihan fisik rutin terhadap Azzam seperti pergi ke air terjun, bersepeda. Selama mendaki gunung Azzam belum pernah sakit. Malah ia ketagihan. Hebat euy Azzam.
Kapan -kapan kita naik gunung bareng yuk Zam.

Lalu, bagaimana jika orang tua yang khawatir dengan anak yang ingin melakukan kegiatan alam?. Kebetulan teh Anas adalah seorang guru dari murid berkebutuhan khusus. Ia memiliki cara agar orangtua bisa memahami kegiatan ini dengan cara memberikan mereka presentasi, dialog, pendekatan secara scientific. Dengan begitu orangtua akan memberikan izin kepada anak untuk berkegiatan alam. Sebenarnya apapun yang dilakukan anak yang bersifat positif sangat bermanfaat untuk tumbuh kembangnya. Memberikan kebebasan ekspresi terhadap anak.

7 komentar